Jumat, 05 Februari 2010

'MENJUAL’ LEKUK TUBUH WANITA

(WANITA SEBAGAI KOMODITI IKLAN KOMERSIL)
Oleh : Ali Supojo Putro

Seorang wanita bergaun merah sedang berjalan di tengah badai, kemudian tiba-tiba ada mobil berwarna merah melaju kencang dan berhenti tepat di depan wanita berbaju merah tersebut……….si-wanita setengah kaget tapi dia bukan teriak malah tersenyum genit……………. Adalagi adegan iklan lain yang diperankan seorang wanita cantik sedang berjoged, berpakaian minim, dan dengan dada separoh terbuka, bernyanyi. begini, “.............sedotannya kuat! Semburan cepat!.” Itulah gambaran tampilan iklan yang ditayangkan hampir di semua televisi nasional kita.


Apakah ada hubungan antara mobil dengan senyuman genit wanita atau kemampuan air, dengan dada si-wanita, atau tubuhnya? Jelas tak ada sama sakali. Beginilah cara iklan di TV atau di media massa kita.


DEFINISI IKLAN

Iklan di media massa adalah pesan komunikasi yang pemasangannya pada umumnya dilakukan atas dasar pembayaran. Media massa ini mengikutsertakan iklan sebagai sumber income untuk memperpanjang hidup perusahaan. Demikian pula, pemasang iklan menggunakan media massa untuk menawarkan jasa atau produknya. Artinya, secara bisnis perusahaan pemuat dan pemasang iklan berorientasi pada konsep ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah, "Semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu". Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.

Tujuan melakukan promosi adalah untuk mengubah sikap, pendapat, perilaku, sosial, dan tindakan membeli. Iklan merupakan salah satu cara untuk menciptakan suatu citra (image) produk. Keberhasilan suatu iklan dapat diukur dari partisipasi pembaca atau pendengar untuk terlibat memahami pesan yang diinginkan. Partisipasi hanya dapat digerakan bila iklan maupun sasarannya dipertautkan oleh sejumlah kultur alami. Sebagai medium komunikasi yang akhirnya menginginkan agar barang komoditas yang ditawarkan dibeli dan dipakai oleh konsumen.

Iklan sebagai medium komunikasi yang berperan sebelum terjadi pertukaran, juga mengalami komunikasi yang tidak sederajat nilai-nilainya. Pertukaran nilai-nilai yang tidak sama, artinya penjual melepas (nilai guna) yang mendapatkan imbalan (nilai tukar) dari pembeli berupa uang dan mendapatkan imbalan (nilai guna) sebagai penggantinya. Struktur iklan terdiri dari beberapa unsur pokok dengan fungsi masing-masing, salah satunya yang terpenting adalah unsur visual berupa gambar atau ilustrasi berupa model, selain headline, sub-headline, body copy, dan brand name.

Akhir-akhir ini setiap nafas kehidupan manusia mulai bayi baru lahir sampai orang yang meninggal pun tidak pernah lepas dari sasaran iklan 'yang menjanjikan'. Alhasil, di era globalisasi dan multi informasi ini iklan telah merambah ke setiap lorong waktu, gerak nadi dan sisi kehidupan semua lapisan manusia. Iklan dengan berbagai visi dan misinya disampaikan kepada masyarakat kelas bawah hingga kelas atas dengan meyakinkan, mulai dari tukang obat maupun pengumbar syahwat hingga calon pejabat mereka tidak segan-segan dan malu-malu berjanji, berorasi dan membeli dengan harga mahal jam tayang televisi dan radio maupun halaman koran dan majalah untuk menyampikan maksudnya.


MASALAH GENDER

Selama ini media massa dikuasai oleh gender (pria). Kekuasaan itu mempunyai kekuatan yang dengan mudah memperalat gender lain (wanita) sebagai komoditas di dalam kawasan bisnis mereka. Dari satu sisi wanita juga ingin tampil sebagai public figure dan diuntungkan secara material, keinginan untuk memanfaatkan dan dimanfaatkan itu secara sadar atau tidak, disengaja atau tidak, telah membentuk suatu sinergi konsep kapitalisme.

Konsep tersebut menawarkan modal kapitalisme yang justru lebih berwajah lemah lembut dan belas kasih (kepedulian sosial). Manusia diatur oleh nafsu (libido), tetapi mempunyai kemampuan rasional dan kasih sayang. Hasrat orang untuk maju dan bersaing harus dibebaskan dari budaya tradisional masyarakatnya. Oleh karena itu iklan yang ‘mengeksploitasi’ sosok wanita dibuat untuk mempromosikan atau memperkenalkan suatu produk/jasa kepada masyarakat secara kreatif, komunikatif, persuasif.

Selain memuat produk, iklan juga memanfaatkan unsur grafis dan gambar terutama model wanita atau pria sebagai daya tarik untuk membangkitkan daya fantasi. Di antara model pria dan wanita, wanita paling dominan untuk diekspose menjadi alat komoditas iklan. Pasar potensial dalam pasar adalah kaum wanita juga. Maka pemasangan iklan dalam berbagai media massa merupakan langkah yang dianggap sangat tepat.

Perbedaan biologis jenis kelamin (sex) adalah kodrat Tuhan. Gender merupakan perbedaan perilaku antar lelaki dan wanita yang dikonstruksi secara sosial. Gender bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia (lelaki dan wanita) melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Maka dari itu gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas sosial satu ke kelas sosial lainnya, sedang jenis kelamin biologis akan tetap tidak berubah. Perbedaan gender sebenarnya tidak menimbulkan masalah, maka tidak perlu digugat. Peran wanita secara biologis seperti hamil, melahirkan, menyusui, mengasuh dan mendidik sesungguhnya tidak perlu dipermasalahkan atau digugat. Yang perlu digugat adalah struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender.

Di dalam masyarakat tontonan, wanita mempunyai fungsi dominan sebagai pembentuk citra (image) dan tanda (sign berbagai komoditi atau model, cover girl, sales girl). Sosok tubuh wanita sebagai objek tontonan mempunyai pesan yang sangat sentral. Menjadi ‘tontonan’, bagi sebagian wanita merupakan jembatan atau jalan pintas untuk memasuki pintu gerbang dunia budaya popular, mencari populeritas, mengejar gaya hidup, dan memenuhi kepuasan material. Disadari atau tidak, wanita sebetulnya telah dikonstruksi secara sosial untuk berada di dunia marjinal, dunia objek, dunia citra, dan dunia komoditi (bintang film, bintang iklan, peragawati). Berdasarkan survey yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, untuk menjadi bintang film atau bintang iklan adalah menjadi idaman satu dari tiap tiga orang wanita. Dan tidak akan ada kesempatan yang disia-siakan mereka untuk dapat memperkenalkan diri di layar putih. Beberapa di antaranya berusaha untuk tampil lebih sempurna dengan cara membelanjakan semua uang simpanannya untuk membiayai suatu operasi plastik, supaya hidungnya agak lebih lurus sedikit. Tentu saja bagi kebanyakan wanita tersebut yang menjadi tujuan terakhir ialah kegemilangan dan kemewahan hidup seorang bintang, meskipun ada juga diantara mereka bercita-cita berkesenian.

Memang sudah menjadi sifat segala tontonan bahwa yang harus menjadi tarikannya ialah segala sesuatu yang indah dan permai yang ada padanya. Sedikitnya syarat bagi seorang wanita untuk menjadi leading lady ialah keharusan adanya beberapa sifat yang menarik, serta keseluruhan yang ‘lumayan’. Sifat-sifat yang menarik itu mungkin ada pada bentuk tubuh yang menggiurkan, mungkin pada mata yang bundar cemerlang atau pada senyuman yang melemahkan sendi-sendi tulang, tetapi mungkin juga pada keseluruhan personality yang memaksa orang terpesona. Citra gender yang dimanipulasi dalam iklan, dilakukan dengan memanfaatkan fetishism unsur-unsur sensual wanita. Potensi biologi yang ‘memikat’ pada tubuh wanita adalah keindahan buah dada, rambut yang panjang lurus dan hitam, alis yang tebal, bulu mata yang lentik, bibir yang merekah, pinggul yang besar, betis yang ramping lurus, dan leher yang jenjang.

Di dalam wacana media, wanita diposisikan bukan sebagai objek pengguna bahasa tetapi sebagai objek tanda (sign object) yang dimasukan dalam sistem tanda (sign system), dalam komunikasi ekonomi. Tubuh yang indah ekuivalen dengan mobil sedan, pinggul yang sempurna dan sensualitas bibir ekuivalen dengan permen karet dan sebagainya. Jadi setiap potensi micro desire yang ada dipopulasikan dan dieksploitasi sedemikian rupa sehingga menjadi tanda-tanda dan akhirnya menjadi komoditi.


PEMBOHONGAN dan PEMBODOHAN

Berdasarkan data dan fakta di lapangan, hampir setiap detik nafas dan sisi hidup kita tidak sepi dari sasaran iklan mulai dari soal pendidikan, pekerjaan, jodoh, ekonomi dan terutamanya kesehatan dan politik. Kalau kita kalkulasikan secara ekonomis sangtlah besar nilai modal dan penghasilan yang didapat oleh perusahaan iklan. Dan 'akal bodoh' kita akan memahami betapa indahnya hidup ini begitu ada persoalan kesehatan kita bisa langsung 'sembuh' dalam waktu beberapa detik dengan hanya minum obat merek tertentu, begitu juga dengan persoalan ekonomi, pendidikan dan karir sampai jodohpun bisa teratasi dengan instant seperti yang kita lihat dalam tanyangan iklan.

Iklan jelas penting dan visualisasi yang semakin hebat dalam beriklan juga harus, karena itu politik ekonomi yang harus dibangun dalam mengembangkan hasil produksi. Tapi tidak harus berlebihan dari fakta dan data apalagi masuk kepada pembohongan publik yang bisa menyesatkan dan berakibat buruk.

Iklan komersial yang kita temukan kapan dan di mana saja mulai dari obat sakit perut karena buncit, obat kuat sampai cara cantik dalam sekejap. Kalau kita jujur iklan seperti itu jelas keluar dari ketentuan dan etika ber-iklan. Bahkan termasuk 'kriminalitas' berupa pemalsuan dan pembohongan produksi yang tidak memiliki kualitas dan bukti nilai produksi yang diakui masyarakat. Karena sebaliknya banyak iklan komersial kesehatan justru memperburuk kesehatan konsumen dan ini umumnya terjadi dengan obat-obatan, makanan dan kosmetik 'murahan' yang mengiklankan diri secara membabi-buta dengan cara-cara explotais. Sehingga dapat menghipnotis pemirsa (masyarakat).


DAMPAK NEGATIF IKLAN

Iklan yang tidak realistis dari dua sisi sama-sama memberikan dampak negatif karena dapat mendorong pengiklan dan pemirsa untuk berbuat sesuatu tindakan yang kadang menghancurkan kehidupannya sendiri. Bisa jadi seseorang melakukan korupsi, hutang berbunga dan manipulasi dana dan lain sebagainya karena terpengaruh iklan.


Secara langsung banyak tanyangan iklan yang sisi negatifnya lebih besar ketimbang sisi positifnya. Contoh paling gampang adalah iklan rokok yang bombastis di setiap sudut kehidupan anak muda, resikonya banyak anak di bawah umur sudah menjadi perokok berat. Dan masih banyak iklan produk yang sasarannya anak muda dan telah berhasil membentuk karakter dan perilaku tunas muda Indonesia 'modern' yang tidak memiliki jati diri dan sepi dari nilai-nilai mulia. Dan hal ini sudah banyak kita temukan bukti seorang anak bisa menjadi pembunuh atau pencuri hanya karena melihat tanyangan iklan/film yang membangkitkan amarah dan mendorong anak untuk berbuat nekat. Karena iklan sekarang bukan hanya di TV dan tepi jalan saja, tapi telah masuk ke sekolah dan kamar rumah.


Konteks sosial, secara langsung banyak iklan yang sebenarnya dapat membuat tatanan sosial menjadi bias dan rusak, seperti orang menjadi malas memperbaiki hidupnya dengan bekerja karena terbuai iklan. Karena hampir semua sisi kehidupannya merasa sudah "terselesaikan" dengan konsep iklan yang begitu mudah dan ramah. Mulai dari persoalan yang ringan sampai yang berat sekalipun dapat diselesaikan setelah kita melihat iklan dalam waktu sekejap. Sehingga banyak orang meganggap ringan dan mudah semua persoalan hidupnya, malas berusaha dan bekerja.


BAGAIMANA DENGAN SIKAP KITA SEKARANG?

Iklan apapun jenis dan bentuknya, selama mendidik dan tidak bertentangan dengan etika periklanan dan tidak melawan budaya lokal apalagi norma Agama, sangat dibutuhkan dan penting. Tapi kenyataannya etika periklanan dewasa ini tidak lagi berlaku, sehingga banyak menimbulkan efek negatif dalam skala besar yang mengkhawatirkan.

Bahwa iklan adalah media informasi yang tidak bisa ditambah dengan maksud dan tujuan ideologis dan doktrin tertentu. Tapi karena pelakunya berangkat dan datang dari kelompok tertentu dan telah terjerumus kepada persaingan ekonomi/iklan yang semakin menjanjikan, menjadikan banyak orang lupa hakekat makna dan tujuan iklan, apapun akan dilakukan yang penting uang. Kalau iklan adalah media untuk menginformasikan sesuatu yang bermutu dan penting kepada masyarakat, maka sesungguhnya yang terjadi sekarang adalah memasarkan sesuatu yang tidak bermutu dan valid. Maka, anggaplah iklan sebagai berita yang biasa saja. Tapi ambilah iklan yang bermutu dan valid karena itu penting.


Akhirnya, yang paling kita butuhkan sekarang adalah aturan yang kuat tentang hukum, etika dan sektor iklan tertentu. Jangan sampai anak SD (Sekolah Dasar) diberi iklan kondom atau minuman keras!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar